Joe Sandy, Realitas Mendobrak

SAMBIL tergesa-gesa, seorang pria berjalan dari satu studio menuju studio lain. Di studio pertama, ia menyusun ratusan keping puzzle yang berserakan. Waktunya terbatas. Namun, ia mencoba santai. Saat bel berbunyi, ia harus hijrah ke studio yang satunya, menyelesaikan tugas lain, mengisi teka-teki silang dengan mata tertutup. Begitu seterusnya sampai waktu yang ditentukan habis. Nyatanya ia berhasil. Ia seolah ingin bilang, kepanikan dan adrenalin kadang menumbuhkan suatu halusinasi. Maka konsentrasi dan fokus menjadi kunci untuk melewati.


Itu adalah salah satu adegan yang menampilkan usaha seorang magician menyelesaikan trik yang ia ciptakan. Trik sulap, begitu kalangan awam menyebut kegiatan yang dilakukan. Dialah Joe Sandy (36), peraih gelar "The Master" di salah satu televisi swasta.


Tak bisa dimungkiri, acara tersebut berjasa melejitkan namanya. Mengalahkan Abu Marlo, pria asal Subang Jawa Barat ini didaulat menjadi jawara "The Master 1". Namanya semakin melambung ketika ia berhasil mengalahkan jawara "The Master 2" Limbad, pada duel bertajuk "The Master, The Grand Final Battle". Tak heran, kalau makin hari Joe Sandy disejajarkan dengan magician atau mentalist kenamaan Indonesia seperti Deddy Corbuzzier dan Romy Rafael.


"Perasaan setelah dinobatkan menjadi The Master, biasa aja sih sebenarnya. Tetapi bangga aja bisa mendobrak realitas, bahwa kesempatan bisa datang kapan aja, dan semua orang bisa berubah," ucap Joe, ditemui seusai mengisi acara Indonesia Movie Awards (IMA) 2009 di Tennis Indoor Senayan Jakarta, Sabtu (16/5) malam.

Hal tersebut dikatakan Joe bukan tanpa sebab. Karena ingin langsung mencari pekerjaan, Joe yang kala itu baru lulus SMA di Subang, hijrah ke Bandung untuk mengambil program D-1 di Institute Computer Management (ICM) Tamansari Bandung. Rampung berkuliah, ia bekerja di salah satu bank swasta.


Impitan ekonomi dan kemauan untuk melanjutkan kuliah memaksanya mencari peruntungan lain. Tahun 1999, menjadi awal Joe mendalami dunia sulap. Kemudian ia bergabung dengan Magic Art School Bandung, dan memutuskan terjun di dunia entertaiment dengan menjadi MC yang menawarkan "bonus" berbau sulap kepada tamu yang datang.


Peruntungan baik semakin berpihak, saat pria kelahiran 2 April 1973 ini mengikuti program "The Master". Pembawaannya yang santai dan hangat membuat banyak penonton secara sukarela mendonorkan SMS untuk memuluskan langkahnya.


"Dengan magic, saya jadi tahu kalau semua orang enggak suka ditipu, mereka hanya suka dibuat terpukau," ucap Joe tanpa ragu-ragu. Namun, barangkali tak banyak yang tahu betapa ia memutar otak luar biasa saat melakukan persiapan, sebelum tampil di atas panggung.


"Waktu grand final melawan Limbad saja, saya sampai enggak tidur dua hari. Banyak banget yang harus dipersiapkan. Misalnya harus latihan menghafalkan TTS, habis itu dites sama orang. Soalnya kalau udah di panggung kan orang enggak akan ngeliat sekian puluh yang benar, tapi satu yang salah," ucap pemilik nama lengkap Joshua Sandy ini. Untuk tampil menghibur di depan penonton, selain faktor mental, Joe juga mengaku harus mempersiapkan konsep komunikasi dan story telling yang matang. "Kita enggak bisa memungkiri ya, di luar negeri banyak magician yang lebih hebat. Untung ada kendala bahasa, jadi masyarakat kebanyakan harus mengerti lewat teks terjemahan. Kekosongan itu yang harusnya diisi oleh magician Indonesia, dengan menampilkan show komunikatif," kata Joe, yang memandang sulap sebagai media ice breaking.


Sementara itu masih ingat serial "Macgyver" yang bisa "menyulap" banyak benda menjadi berguna? Nah, rupanya Joe pun suka sulap karena terinspirasi tokoh yang diperankan oleh Richard Dean Anderson itu.


"Benda A yang diubah jadi B sampai Z, menurut saya adalah sulap. Makanya dulu kesukaan saya sama sulap berangkat dari sana," kata Joe.


Saat menjalankan triknya, Joe juga banyak belajar dari film yang tenar pada medio ’90-an tersebut. Ada skenario matang di balik suatu trik. Perhitungan pun tak pelak harus dilakukan. Seperti MacGyver, Joe dituntut harus berhasil dalam melakukan setiap tugas yang dibebankan kepadanya. Lalu, pernahkah ia gagal saat berada di atas panggung?


"Kalau lagi latihan sih sering banget. Tetapi kalau di atas panggung, hanya nyaris gagal. Waktu itu lagi bermain-main sama russian rollet, terus ada perasaan bahwa peluru yang mau ditembakkan itu ada isinya. Karena ragu-ragu, saya memutar kembali selongsongan peluru. Benar saja, yang tadi ada pelurunya. Bayangkan kalau saya menembakkannya," ucap Joe. (Endah Asih/"PR")***


Sumber: Koran Pikiran Rakyat


0 komentar:

Post a Comment